Di
sebuah desa yang kecil hiduplah seorang gadis bernama Nadila. Ia tinggal
bersama ayah, ibu, dan kedua adiknya. Nadila bukan berasal dari keluarga yang
kaya, bukan juga dari keluarga pejabat, tetapi ia berasal dari keluarga yang
miskin, dan memiliki orang tua seorang pedagang kecil-kecilan. Karena ketidak
nyamannnya tempat mereka berteduh, Nadila, dan keluarganya pindah dari tempat
itu. Sekarang mereka menetap di sebuah desa bernama Pajapeta.
Di
desa ini Nadila, ayah, ibu, kedua adik Nadila dan saudaranya tinggal. Keluarga
Nadila dan Keluarga saudaranya tidak satu komplek. Karena lahan yang ingin di
tempatinya sudah menjadi milik orang lain, mereka pun menumpang di lahan yang
dimiliki orang tersebut.
Setelah beberapa lama anak pemilik
lahan menikah dan ingin menempati lahan yang di tempati oleh keluarga Nadila.
Mereka pn diusir dari rumah lahan
itu.
“Pak Fanadi…..
cepat keluar dari tempat ini……”ujar Larha, pemilik lahan berteriak.
“Ada apa ini pak
apa salah kami???..... tolong berikan kami keempatan untuk tinggal di lahan
ini”ujar Fanadi
“Ia Pak
kasihanilah kami…..”Ujar istri Fanadi memohon
“Tidak bisa….
Kalian tidak pernah membayar tanah ini, lagian
anak saya ingin menempati lahan ini, jadi sekarang kalian pergi dari tempat
ini… cepat”ujar Larha mengluarkan amarahnya.
“Kami mohon
Pak…. Izinkan kami tinggal di temat ini…”ujar Nadila.
“”Iya pak….
Tolong kami…”ujar kedua aik Nadila.
“Sekali tidak
tetap tidak… kalian mengerti….”jawab Larha tegas.
“Lodi… Juno…
cepat singkirkan barang-barang merka dari rumah ini”ujar Larha memerintah anak buahnya
“Jangan pak”ujar
Nadila dan kedua adiknya sambil berltut dan memegang kaki Larha
Tiba-
tiba datang soerang pamuda bernama Stiven, Stiven sudh lama memendam rasa pada
Nadila.Tetapi, Nadila tak tahu perasaan stiven padanya.
“Tunggu….”seru
Stiven berteriak
“Stiven…”seru
Nadila pelan
“Stiven ngapain
kamu di sini???....”seru Larha
“Pak Larha yang
terhormat…. Dimana letak kehormatan Bapak???... dimana hati nurani Bapak???....
inikah yang namanya Pak Larha yang terhormat….”tegas Stiven
“Jaga mulut kamu
Stiven….”seru Larha
“Kenapa???.... ”
“Apa mau
kamu??...”ujar Larha
“Mau aku???...
Biarkan Nadila dan keluarganya tinggal di sini”balas Stiven
“Tidak bisa…
asal kamu tahu Stiven mereka tak membayar uang laha ini selama satu tahun”tegas
Larha
“Hanya itu???...
berapa ung satu tahun kontrak di sini???...”balas Stiven
“Enam juta…”seru
Larha
“Ini…sudah…
skarang kalian pergi”ujar Stiven mengambil uang di kantungnya.
“Ia…. Ayo
pergi..”seru Larha pada anak buahnya
Setelah iu keluarga itu pun di
izinkan tingal di lahan itu, keluarga Nadila pun berterima kasih pada Stiven.
Setelah beberapa bulan Stiven melamar Nadila. Karena ingin membalas jasa pada
Stiven Nadila menerima lamaran Stiven.
Setelah itu mereka pun hidup bahagia
sehingga Nadila mengandung anak Stiven. Tiba-tiba Stiven ditelepon oleh
mamanya. Dia disuruh mamanya untuk pulang kerumah mamanya dan tidak membawa
Nadila.
“Halo ma ada
apa??...” seru Stiven dalam telepon
“Stiven cepat
pulang nak???... cepat ini gawat”suara mama Stiven cemas
“Ia ma aku
pulang tapi ada apa????....”ujar Stiven
“Sayang Pak Ladi
Nuri kesini… ia ingi ketemu kamu nak… saying mama minta kamu jangan ajak Nadila
ya sayang… mama mohon… jangan telat”ujar mama Stiven
“Kenapa???...”seru
Stiven
“Nggak tahu nak
papamu pesan begitu… udah dulu ya sayang by….
”
“Ia ma by…”ujar Stiven
Stiven pun menuruta kata mamanya dan
menitipka Nadila pada orang tuanya.
Hari berganti hari,bulan bergnti
bulan Stiven belum kembali… sedangka banyak yang merayu Nadila
“Nadila… lebih
baik kamu tinggalkan Stiven dan menikahlah denganku…”
“Tidak…”
Banyak yang menginginkan Nadila,
tetapi Nadila tak ingin.
“Aku akan tetap
menunggu kamu Ven…. Kalau ak rima lamaran orang-orang yang melmarku bagaimana
nasib anakku??? Pasti aku akan mengandung anak dari lelaki lain dan aku harus
membagi sayangku pada anak Stiven dan anak… oh tidak”ujar Nadila dlam hati
Sembilan bulan sudah Nadila mengandung dan
kini melahirkan seorang anak permpuan yang di beri mana Fanila. Sekarang Fanila
sudah besar dan duduk di kelas enam SD.
“Tak punya
bapak…. Hehehehehe… kasian”ujar teman Fanila mengejek…
“Berhenti….
Kamu… ibu….”ujar Fanila menangis
Fanila sering melalum dan bersedih,
gara-gara ia ditinggal oleh bapaknya….
“Kenapa
Fanila???... ada yang menyakitiu???”ujar Nadila ibu Fanila
“Tidak bu… tidak
ada yang menyakitiku…. ”ujar Fanila
“Lantas????.....”tanya
ibu Nadila
“Tidak bu…”ujar
Fanila
“Ayo nak
ceritakan pada Ibu… kok kamu jadi nggak sahabat ibu lagi yang kemana-mana
cerita suka maupun duka…”
“Tidak bu lihat
sekaang aku senyum…”ujar Fanila tersenyum
“Ya udah kalau
kamu nggak mau cerita”seru ibu Fanila
Fanila pun berlari menuju kamarnya
dan menangis
“Ya Tuhan
mengapa jadi begini???...”
Hari mulai petang Fanila punmendi dan kembali mengurung
di kamar.
“Fanila…. Cepat
ao makan…”ujar Nadila
“Ia bu…
tunggu”ujar Fanila keluar dari kamarnya
Fanila pun keluar dari kamarnya dan
makan bersama ibu, nenek kakeknya dan kedua tantenya.
“Aduh…
mataku”ujar Kakek Fanila
“Kenapa
Pak???”ujar Nadila
“Iya kakek
kenapa???....”seru Fanila
“Iya
kenapa???...”ujar adik pertama Nadila
“Tidak apa-apa
tadi mataku perih… buram…”seru kakek Fanila nengusap mata
“Buram????...............”ujar
Fanila
Keesokan harinya kakek Fanila di bawa ke
puskesmas terdekat. Setelah di periksa ternyata kakek Fanila Buta. Dan
memerlukan uang yang besar untuk mengobatinya. Karena terlambat kakek Fanila
pun Buta selamanya. Sekarang Nadila ibu Fanila pun mengganti propesi sebagai
penyadap karet. Pengeluaran mereka sangat besar biaya sekolah Fanila, dan kedua
adik Nadila, apa lagi Fanila yang sebebtar lagi ujian. Meskipun Fanila berasal
dari keluarga miskin, tetapi ia memiliki otak yang kaya. Dari situ besar
pengharapan Nadila. Semenjak Stiven bapak Fanila pergi meninggalkan ibu Fanila,
Nadila ingin mati saja. Tetapi Fanilalah yang menjadi semangat.
Suatu hari Fanila tak ingin
sekolah…. Fanila tak ingin sekolah karena ia muak mendengar hinaan dari temanny
“Fanila…..
bangun… ayo udah jam berapa ini!!!.... ayo Fanila”ujar ibu Fanila
“Ah… ibu aku
malas sekolah…. Aku capek”seru Fanila
“Sayang kok kayak gitu???... kalau kamu nggak
sekolah gimana masa depan kamu…
ha…”ujar ibu Fanila sambil mengelus kepala Fanila
“Ia bu… tapi ako
bosan karena”seru Fanila menolah sambil melepaskan tangan ibunya yang memegang
tangan kepalanya
“Kenapa???...”Tanya
ibu Fanila
“Ka.. rena aku
di sekolah sering diejekin bu, karena bapak nggak ada… bu… boleh nggak aku
tanya…”jawab Fanila
“Sayang sabar
ya… masih banyak yang lebih menderita dari kamu nak…”hibur ibu Fanila
“Iya
bu….”ujar Fanila
“Nah… sekarang
mandi alu sekolah… cepat”ujar ibu Fanila menghapu ai matanya
“Iya… aku mandi
dulu ya bu..”ujar Dania mgambl handup
Setelah mandi Fanilapun ganti baju. Saat ia
ganti baju ibunya berkata “Nak haari ini nggak jajan dulu nggak papa ya… kamu
sarapan aja biar nggak lapar… o ya nak sarapannya di atas meja ibu pargi nyadap
dulu ya…”
“Iya bu nggak
papa, ibu hati-hati ya..”seru Fanila
“Iya…”
Dugaan Fanila benar, teman-temannya
pun mengeeknya. Tetapi, ia ingat dengan
perkataan ibunya “ masih banyak yang
lebih menderita dari kamu nak”. Jai ia tak sedih lagi dan kelihatan biasa-biasa
saja di depan teman-temannya.
Sepulang sekolah, ia langsung
pulang, lalu ia membuka tudung nasi yang kosong, ia terus mamagang perutnya
“Aduh nggak ada
nasi, lauk ibu…. laper”seru Fanila
sambil memegang perutnya
Ia pun mempunyai ide untuk masak
“aha…. Masak ah… pasti ibu senang”
Ia pun masak dan hasilnya memuaskan.
Ibu dan nenek Fanila pulang dari kerjanya…
Fanila pun menyambut ibunya dengan gembira.
“Ibu… aku masak lho enak pisan bu…” ujar Fanila
“Ia apa… coba
ibu cicip”seru ibu Fanila
“Nah…enakkan bu…”ujar Fanila memberikan
piring yang berisi lauk hasil masaknya
“O… iya enak…..
anak ibu pintar”
“Siapa dulu Fanila…”balas
Fanila
“Iya….”
Setelah menyantap masakan Fanila,
Nadila pun mandi dan berganti pakaian. Setelah beberapa lama Fanila bicara
kalau ia akan menghadapi ujian minggu depan. Nadila pun menasehatinya dengan
kata-kata berdoa dan berusahalah.
Hari ini adalah hari Fanila ujian,
Fanila merasa dekdekan. Fanila bisa menjawab soal yang diberiakan. Beberapa
hari telah dilalui oleh Fanila dan semua itu bisa dilewatinya dengan baik.
Fanila tinggal melihat hasil yang dicapainya. Setelah hasil ujian keluar Fanila
sangat senang. Ia pun mendaftar di SMP Jaita Carsint, yang merupakan sekolah
yayasan yang bisa dibilang biyanya tidak murah alas mahal buanget. Ia
pun diterima karena tes yang diberikan dapat dilaluinya
Libur lah tiba Fanilapun mengisi
hari liburnya dengan hal yang positif.
Hari libur pun dilaluinya dan ia pergi ke asrama. Di asrama Fanila tidak
diperlakukan dengan baik
“Fanila… loe
bersihkan ni semuanye…jangan sampai ada debu yang tersisa”ujar Fera sambil
mengambil sapu dan diberika oleh Fanila
“Tapi… inikan
kerjaan kamu juga”balas Fanila mendoog sapu itu.
“Pinter udah brani loe membantah apa kata gue”ujar
Fera
“Baiklah…”
Fanila mengadu pada ibunya, tetapi
ibunya berkata “Sabar nak…”. Fanila pun mencoba untuk mengikuti apa kata
ibunya. Dengan usahanya akhirnya ia dapat bertahan di asrama Jaita Carsint. Setiap
Fanila pulang ia selalu mengeluh pada ibunya agar ia di pindahkan. Tetapi tak
dituruti oleh ibunya.
Tak terasa besok akan pembagian
rapot. Jantung Fanila pun mulai berdetak kencang. Apa lagi saat di beritahu
pada ibu asrama mereka
“Anak-anak
kumpul… cepat”ujar ibu asrama
“Iya bu ada
apa????...” ujar Fanila
“Gini… kalian
ada yang mendapat peringkat, ada yang turun dan ada juga yang biasa-biasa saja”seru
ibu asrama
“Siapa yang naik
Bu???”ujar Fanila
“Siapa yang
turun”ujar Fera
“Siapa yang
biasa-biasa saja???”ujar Nia
“Iya bu
siapa???”seru Juminten
“Sudah-sudah
nanti kalian juga tahu sendiri”ujar ibu asrama
“Ya…”seru Nia
Keesokan harinya Fanila dan
siswa-siswi lain akan menerima rapot. Jantung Fanila berdetak lebih kencang
seakan-akan mau copot. Sebelum ke
kelas mesing-masing. Siswa-siswi SMP Jaita Carsint pun kumpul terlebih dahulu
di aula SMP Jaita Carsint untuk mengumumkan tiga besar dari kelas
masing-masing.
“Aduh… jantungku
makin berdetak kencang ni…. Dekdekkan jadina. Semoga aku jadi tiga besar amin….”ujar
Fanila dalam hati
Harapan Fanila memang tidak mungkin,
karena Fanila mendapat kelas unggul 7a. tetapi melihat semangat belajarnya dan
doa yang kuat ia pun tak merasa heran. Wah…kira-kira
bisa nggak ya Fanila meraih tiga besr
itu????....
Sewaktu di umumkan 7a mendapat
giliran pertama. Nama Fanila tak disebut sebagai tiga besar.
“Ya ampun…”seru
Fanila
Setelah semua kelas di umumkan
mereka pun kembali ke kelas masing-masing mereka pun menunggu orang
tuanya/wakil untuk mengambil rapot. Sebagian besar orang tua/walik siswa-siswi
SMP Jaita Carsint sudah berada di kelas anak-anaknya. Tetapi dimana orang tua
Fanila…..?
“Aduh ibu…
kenapa tak kunjung datang???...”ujar Fanila dalam hati
“Fanila….kok melamun????...
dapat peringkat berapa???”seru Lisa teman baik Fanila.
Setelah beberapa lama, ibu Fanila pn
belum datang juga, hai Fanila mulai gergetan
“A… Lisa…. Itu
dia yang ku pikirkan Lis, ibuku tak
kunjung datang juga aku jadi bingung???...”jawab Fanila
“Ya udah di
ambilkan sama ibuku aja ya….”saran Lisa
“Tapi…. nanti
kalau ibuku datang gimana???...”ujar Fanila ragu
“Fanila… ini
udah jam berapa??? Nanti jam 10.00 guru mau ada pertemuan lho… lihatlah ibu Lanani kular
kilir alias bolak balik
terus”ujar Lisa melihat jam
“Iya…. Ya udah
deh aku minta tolong ya…”
“Iya dong best friend…”ujar Lisa memegang pundak
Fanila.
Akhirnya Fanila pun mendapat rapot
walaupun ia tak diambilkan oleh orang tuanya. Saat keluar dari kelas Fanila sangat
bahagia, ternyata Fanila berhasil meraih juara tiga. Walaupun Fanila tak
disebut dalam tiga besar sewaktu di aula. Sebelumnya ia di beritahu oleh
teman-temannya.
“Fan kayaknya
kamu dapat peringkat empat lagi ni soalnya Difa peringkat lima”seru salah satu
teman Fanila
“Ia Fan”seru
Nadin
“Iya semoga aku
nggak turun ya”
Fanila saat itu terkejut, ternyata
juara tiga ada dua Fanila dan Farhan, cie…
sama-sama Fa (Fanila=farhan). Lalu Fanila berkata pada wali kelasnya setelah ia
mendengar ucapan ibu gurunya yang mengatakan kalau Fanila juara tiga “Iya bu
tapi bukannya Farhan yang mendapat juara tiga?..”Tanya Fanila
“Iya… Farhan
juga mandapat juara tiga, sebenarnya juara tiganya ada dua kamu dan Farhan”ucar
ibu Lanani
“tapi siapa yana
paringkat empat bu??..”tanya Fanila
“Jika, juara
tiga ada dua maka, peringkat empat nggak ada”ujar ibu Lanani
“O ya bu… terima
kasih bu..”
Setelah itu Fanila menungu ibunya di
asrama, berapa lama kemudian ibu fanila pun datang. Merekapun pergi kerumah
mengendarai angkutan umum……
Sesampainya di
rumah mereka, Fanila dan ibu Fanila beristirahat sejenah.
Beberapa minggu kemudian, Fanila
merasa curiga pada ibunya, kenapa???...kerena ia melihat SMS saying di HP Gaplek ibunya. Ia berpura-pura tidak
tahu. Malamnya Fanila menanyakan hal itu pada ibunya. Ibu Fanila berkata “Nak …
dengerin ibu… ibu ngga ada apa-apa sama orang ini… orang ini hanya iseng… untuk
hiburan nak banyak yang ingin dengan ibu…. Kalau memang ibu ingin dengan orang
ini ibu tidak akan menyamar nak…”ujar ibu Fanila menjelaskan
“benar
bu???..”seru Fanila manangis.
“Iya… kamu nggak
percaya sama ibu???...”
“Percaya bu…”
Akhirnya Fanila pun percaya engan
ucapan ibunya, memang benar ibu Fanila
melayani SMS itu, karena ibu Fanila ingin menghindari /memberi alasan pada
orang yang mengejar-ngejar ibu Fanila agar, orang itu tak mengejar-ngejar ibu
Fanila lagi.
Keesokan harinya Fanila membereskan rumahnya,
malamnya ia terbangun dari alam mimpi. Ia manangis tanpa sebab, tasisannya
membuat ibu Fanila terbangun…
“Kenapa
nak???...”Tanya ibu Fanila
“Bu boleh ku
tahu di mana bapak???”jawab Fanila
“Iya baiklah….
Paman Saeleri tahu nomor bapakmu…..”jawab ibu
“Boleh aku minta
nomor paman Saeleri???...”seru Fanila
“Ya… coba lihat
di HP ibu…”
“O iya bu ada…”
Tak menunggu waktu, Fanila langsung
menelpon pamannya tengah malam,lewat HPnya yang di beli memakai uang
tabungannya waktu kelas 1 SD.
“Jangan
terbru-buru nak…”seru ibunya Fanila menasehati
“Tapi bu… tak
ada lagi… waktu….”
“Besokkan bisa
nak…”ujar ibu Fanila
“Tidak bisa bu…”
Walaupun di cegat ibunya Fanila pun
tetap ngotot. Ia pun menelpon pamannya, dan diangkat oleh pamannya. Akhirnya
pamannya mau menolong Fanila, untuk bisa berbicara pada bapaknya. Selesainya
Fanila barkata pada ibunya “Ibu tidak marah kan???....”Tanya Fanila
“Tidak kenapa
mesti marah???....”jawab ibunya dengan mata berkaca-kaca.
“Tapi…
aku…”balas Fanila
“Ets…. Jangan
lanjutkan… itu hak kamu nak…. Ya udah sekarang kamu tidur”ujar ibu Fanila
menaruhkan jari telunjuknya ke mulut Fanila.
“Iya ibu juga
ya…”
“Iya…”
Keesokan harinya Fanila mendapat SMS
“Pak Stiven tidak bersedia untuk bertemu” ternyata itu SMS dari pamannya paman
Saeleri. Lalu Fanila menjawab SMS itu dengan menangis “Saya tak ingin ketemu,
saya hanya ingin mendengar suaranya saja apakah bapak saya juga tak bersedia???...”
lalu Fanila lebih mengeluarkan banyak tetes air mata “Pak Stiven juga tidak
bersedia entah mengapa, padahal saya sudah membujuknya…”lalu Fanila membalas
SMS itu “Baiklah… paman tak apa-apa…. Katakan saja pada bapak demikian ‘Pak tak
apa bapak tidak ingin menemui saya atau mendengar suara saya… bapak tenang saja
saya tidak meminta uang sepeser pun dari bapak… saya hanya ingin mendengar
suara mu saja. Bapak perlu tahu, kalau saya menderita karena ketidak adaan
bapak… makasih pak…atas semuanya, atas penderitaan dan tetesan air mata yang
bapak berikan kepada saya…. Terima kasih….’ Makasih paman karena telah mambantu
saya” setelah itu Fanila tak mendengar nada SMS dari HPnya.
Lalu Fanila menceritakan pada ibunya
lalu ibunya berkata “Inilah yang ibu takutkan nak… ibu takut sakit hati…”
semanjak kejadian itu Fanila sering melamun. Hiburan berakhir dan Fanila mulai
masuk sekolah kembali, waktu pertama masuk sekolah Fanila di undang ke Jakarta
untuk mewakili sekolahnya dalam bidang menulis cerita, Ia menceritakan
sepanjang kehiduannya yang menyakitkan dengan tema kasih saying ibunya padanya,
dan kekejaman bapaknya padanya… saat ia tampil di layar kaca… bapak Fanila yang
sakit-sakitan pun bangga padanya karena, anak bapaknya belum ada yang seperti Fanila.
Dibuat Oleh :
Nama : Rita
Kelas : 8 B
keren...
BalasHapus